Jakarta, Makinnews.com- Asosiasi Serikat Pekerja Indonesia (ASPEK Indonesia) bersama dengan Aliansi Aksi Sejuta Buruh (AASB) dan elemen buruh lainnya menggelar aksi unjuk rasa di Kementerian Ketenagakerjaan Republik Indonesia pada Rabu, 20 November 2024.
“Ribuan Buruh yang tergabung dalam berbagai Konfederasi dan Federasi Serikat pekerja diperkirakan ikut serta dalam Aksi ini, yang bertujuan untuk menyuarakan sejumlah tuntutan terkait kebijakan ketenagakerjaan di Indonesia,” kata Presiden Aspek Indonesia, M. Rusdi dalam keterangan persnya kepada media pada Rabu, (20/11/2024).
Presiden ASPEK Indonesia, Muhamad Rusdi menyampaikan bahwa aksi unras ini dilatarbelakangi oleh beberapa isu krusial yang perlu segera mendapatkan perhatian pemerintah pasca putusan MK nomor 168. Salah satu tuntutan utama adalah peninjauan kembali kebijakan penetapan upah minimum tahun 2025 untuk tidak menggunakan formula berdasarkan PP nomor 51/2023, Melalui indeks formula ( sebesar 0.1-0.3 x Inflasi dan Pertumbuhan Ekonomi) yang dinilai tidak mencerminkan Kebutuhan Hidup Layak (KHL) bagi Pekerja. Bila tetap menggunakan formula PP nomor 51 kenaikan upah tidak lebih dari sebesar 1,5% – 2% saja.
“Selama ini, Mekanisme yang digunakan dalam penetapan Upah minimum tidak didasarkan pada survei KHL, Melainkan lebih mengandalkan indeks formula yang jauh dari kondisi riil kehidupan Buruh,” kata Rusdi.
Menurut Rusdi pengembalian metode survei Komponen Hidup Layak (KHL) dalam penetapan upah minimum merupakan langkah yang sangat penting agar upah pekerja dapat mencerminkan kebutuhan hidup yang layak. Perlu ada dorongan dari Presiden dan Menaker agar ada perubahan kebijakan pengupahan sebagai landasan penetapan UMP/UMK tahun 2025.
Selain itu, Rusdi juga menegaskan bahwa pemerintah harus segera memberlakukan kembali Upah sektoral bagi sektor unggulan yang hilang akibat diberlakukannya kebijakan Omnibus Law Cipta Kerja.
“UU Omnibus Law Cipta Kerja telah merugikan buruh dalam banyak hal, Termasuk hilangnya ketentuan mengenai Upah Sektoral yang selama ini sangat penting untuk menjaga daya beli Pekerja di berbagai sektor,” tambahnya.
Dengan adanya perubahan formula dan diberlakukannya Upah Minimum Sektoral, diharap kenaikan Upah minimal bisa mencapai sebesar 10 % – 15%. Harapannya bisa lebih dari nilai tersebut untuk mengangkat Upah Buruh yang jatuh dalam kurun waktu 10 tahun terakhir ini.
Rusdi juga menjelaskan Tuntutan lain yang disampaikan adalah pencabutan UU Omnibus Law Cipta Kerja dan penggantiannya dengan Undang-Undang Ketenagakerjaan yang baru, Sebagaimana diamanatkan dalam Putusan Mahkamah Konstitusi (MK) nomor 168 Tahun 2024. Dalam putusan tersebut, Majelis Hakim MK menyarankan agar pembentukan Undang-undang Ketenagakerjaan dilakukan secara terpisah dan mengakomodasi berbagai Peraturan dalam UU Nomor 13 Tahun 2003 dalam klaster Ketenagakerjaan, Serta berbagai putusan MK terkait uji materi Kedua Undang-undang tersebut dalam waktu Dua tahun, Dengan melibatkan secara aktif partisipasi dari Serikat Pekerja dan Serikat Buruh.
“Penting bagi pemerintah untuk mendengarkan suara Buruh dan melibatkan partisipasi aktif dalam proses penyusunan Undang-undang Ketenagakerjaan yang baru, Agar kebijakan yang dihasilkan dapat memberikan perlindungan yang lebih baik dan Adil bagi seluruh Pekerja di Indonesia,” ucap Rusdi.
Selama pemerintahan Jokowi, Perlindungan kerja dan Kesejahteraan Buruh diabaikan dalam rangka menarik investor datang ke Indonesia. Dan dampak kebijakan tersebut malah membuat kualitas Upah dan Pendapatan Buruh serta Masyarakat menjadi menurun. Daya beli menurun drastis yang membuat perekonomian malah makin anjlok, Baik dunia industri manufaktur maupun UMKM anjlok akibat daya beli dan kualitas Upah anjlok.
“ASPEK Indonesia menegaskan komitmennya untuk terus berpartisipasi dalam dialog konstruktif bersama pemerintah, guna mewujudkan kebijakan Ketenagakerjaan yang lebih Adil, Transparan dan memperhatikan Kesejahteraan seluruh Pekerja di Indonesia,” pungkas Rusdi.