Makinnews, Jakarta- Baru-baru ini publik dikejutkan dengan pamitnya Maruara Sirait atau yang sering disapa Ara secara resmi dari PDIP. Ara datang ke kantor DPP PDIP dan menyerahkan KTA, diterima oleh Wakil Sekjen PDIP, Utut Adianto. Ara kemudian memberikan keterangan pers secukupnya terkait alasan pengunduran dirinya. Ia mengambil sikap tegak lurus kepada Jokowi. Secara normatif, proses pengunduran diri Ara itu nampaknya elegan dan gentleman.
Seperti itulah kacamata dari simpatisan PDI Perjuangan F. Didi Nong Say, menurut Didi, publik sempat terperangah dengan langkah Ara tersebut. Dalam benak publik selama ini, sepak terjang Ara sebagai kader handal PDIP di panggung politik nasional terekam cukup jelas. Sebagai putera dari Sabam Sirait dedengkot PDIP, militansi Ara sebagai kader PDIP tak perlu diragukan. Ara bisa disebut sebagai salah satu bintang dari young generations PDIP. Di kalangan internal PDIP, Ara bersama beberapa kader muda lain pernah disebut-sebut berdarah biru, hampir sejajar dengan trah Soekarno.
“Dengan tutur kata terukur, argumentasi politik yang logis dan rasional, serta basis nasionalisme yang kuat, penampilan Ara menghasilkan impresi yang kuat di mata publik . Ara juga tercatat pernah memimpin organisasi sayap PDIP yang bernama Taruna Merah Putih yang dikenal sangat militan itu,” ucap Didi dalam keterangannya, Selasa (16/1/2024).
Bintang Ara belakangan ini cenderung meredup. Ia semakin jarang tampil ke hadapan publik. Ara juga terlempar dari Senayan setelah 3 periode menjadi anggota DPR RI karena kegagalanya pada pileg 2019 di mana ia harus bertarung bukan di wilayah basis binaannya. Didi melihat, ada desas desus internal bahwa Ara mulai tersingkir dan tak disukai Megawati karena ia mencoba mewacanakan merit system dalam manajemen organisasi PDIP.
Bagaimanapun, perjuangan Ara dalam kontestasi Pilpres 2019 sempat menarik perhatian Jokowi. “Ara sempat masuk daftar calon anggota kabinet, bahkan ia sempat hadir siap untuk dilantik di Istana dengan dress code namun akhirnya harus balik kanan pada detik detik terakhir. Konon karena resistensi Megawati,” pungkasnya.
Dikenal Loyalitas
Sejak kultur prerogatif Ketum dalam PDIP menjadi main rule, maka kesetiaan atau loyalitas kader segera menjadi ukuran atau value terpenting dalam partai berlambang banteng moncong putih itu. Siapapun kader PDIP harus siap menyatakan sekaligus menunjukkan sikap tegak lurus dalam artian kesetiaan dan kepatuhan kepada Megawati selaku Ketum.
“Keluarnya Ara dari PDIP tentu suatu kerugian. Beberapa kader PDIP secara jujur mengakui itu. Namun di sisi lain, kesetiaan sebagai suatu value rasanya tergusur dari diri Ara sebagai sosok yang dilahirkan dan dibesarkan di dalam PDIP. Lagipula, momentum keluarnya Ara yang katanya tegak lurus kepada Jokowi itu juga terkesan oportunis. Dalam tahap eskalasi kontestasi Pilpres 2024 ini, pengunduran diri Ara yang normatif elegan itu halus bak menggunting dalam lipatan menusuk dari belakang. Dalam pengunduran diri Ara itu jelas terselubung desain pembusukan baik bagi PDIP maupun bagi Ganjar, Capres yang didukung PDIP,” tandas Didi Nong Say.
Sekedar komparasi saja, Andi Gani Nena Wea dan William Yani Wea adalah ke 2 putera Jacob Nua Wea yang sampai detik ini masih bersikap tegak lurus kepada Megawati.
Karena peran dan jasa orangtuanya, di kalangan internal PDIP, Andi Gani dan William sempat disebut sebut berdarah biru pula. Namun Andi Gani misalnya, tambah Didi, meski sangat dekat dengan Jokowi, namun sesuai pesan mendiang orang tuanya agar selalu setia kepada Megawati, Andi Gani yang juga menjadi Presiden organisasi buruh Konfederasi Serikat Pekerja Seluruh Indonesia (KSPSI) yang memiliki anggota lebih dari 3 juta orang itu lantas memilih untuk mendukung Ganjar. Bahkan demi prinsip loyalitas yang ia anut tersebut, Andi Gani memutuskan untuk mundur dari posisi sebagai komisaris utama di PT Pembangunan Perumahan (PP), BUMN.
“Demikian pula dengan William Yani Wea, putera Jacob Nuwa Wea yang lain. Walau saat ini William Yani seperti tersingkirkan oleh elite partai namun ia bergeming dalam kesetiaan tegak lurus kepada Megawati. Padahal William Yani merupakan kader banteng sejati yang meniti karir politiknya dari struktur PDIP yang paling bawah ditingkat RW sejak tahun 1988. William Yani yang sempat menjadi Ketua DPD Jakarta Timur selama 2 periode sekarang Ketua DPC PDIP Jakarta Timur ini
merupakan satu-satunya Ketua DPC di DKI yang pada tahun 2011 yang mendukung Jokowi menjadi calon Gubernur DKI sedangkan pengurus DPC yang lain mendukung Fauzi Bowo,” imbuhnya.
Jelang Pilpres 2024 ini walau datang tawaran bertubi tubi kepadanya untuk bergabung mendukung kubu Prabowo, ia tidak tergoda. “William Yani tetap setia dan tegak lurus kepada Megawati, mendukung Ganjar Mahfud,” tutup Didi Nong Say.