Makinnews, Jakarta- Komite Masyarakat Peduli Indonesia (Kompi) telah menyerahkan bukti awal dugaan korupsi terkait pengadaan pesawat DHC-4 Turbo Caribou oleh Pemerintah Kabupaten Puncak Papua ke Kejaksaan Agung (Kejagung). Dugaan korupsi ini muncul karena tidak adanya penetapan pejabat pembuat komitmen (PPK), panitia pengadaan, dan panitia penerima hasil pekerjaan (PPHP) dalam proses pengadaan tersebut. Selain itu, Dinas Perhubungan (Dishub) Pemkab Puncak Papua juga tidak memiliki rencana umum pengadaan (RUP) yang disetujui oleh Pemerintah Kabupaten dan DPRD.
Ketua Umum LSM Kompi, Ergat Bustomy, mengungkapkan bahwa proses pengadaan pesawat tersebut terjadi pada tahun 2015 dan mengalami cacat hukum. Panitia pengadaan ditentukan secara lisan, serta seluruh dokumen pengadaan, kontrak, dan addendumnya dibuat oleh konsultan hukum MA&A, bukan oleh Dishub.
“Anggaran awal untuk pengadaan pesawat sebesar Rp86 miliar bertambah menjadi Rp30 miliar lagi. Anggaran tersebut tidak melalui mekanisme pengadaan yang sesuai aturan negara,” ungkap Ergat seperti diberitakan Suarakarya.id, Kamis (8/8/2024).
Lebih lanjut, Ergat menyebutkan bahwa pesawat yang diadakan merupakan produksi tahun 1959-1972 dari pabrik de Havilland Aircraft of Canada. Dalam kontrak addendum, pesawat seharusnya tiba dan diperiksa pada 17 Juni 2016, namun baru didatangkan oleh PT Trigana Air Service (TAS) pada 15 September 2016.
“Proses pengadaan yang salah dari awal berimbas pada proses akhir, di mana pesawat yang dibeli Pemkab Puncak Papua belum dilengkapi dengan sertifikat pengoperasian pesawat udara (OC91) dan Certificate of Airworthiness (CoA) saat pemeriksaan BPK,” bebernya.
Pesawat yang mulai dioperasikan pada 31 Oktober 2016 mengalami kecelakaan penerbangan yang mengakibatkan empat korban jiwa. Laporan investigasi Komisi Nasional Keselamatan Transportasi (KNKT 16.10.37.04) mengungkapkan bahwa pesawat tersebut dibuat pada tahun 1960, tidak sesuai dengan spesifikasi pengadaan barang.
“Investigasi KNKT juga mencatat bahwa sistem audio CVR tidak berfungsi, yang mengakibatkan kebisingan mesin menghalangi komunikasi kokpit. Selain itu, saat kecelakaan terjadi, pesawat mengangkut barang mendekati kapasitas maksimum, padahal spesifikasinya untuk membawa penumpang,” jelasnya.
Ergat berharap laporan ini dapat mempercepat proses hukum dan menyelesaikan kasus tersebut.