Jakarta, Makinnews.com- Kejaksaan Agung (Kejagung) resmi menetapkan tiga hakim sebagai tersangka dalam kasus dugaan tindak pidana korupsi dan/atau gratifikasi terkait penanganan perkara korporasi minyak goreng di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat (PN Jakpus).
“Ketiga tersangka tersebut adalah ABS (hakim karier), AM (hakim ad hoc), dan DJU (hakim karier). Ketiganya disangka menerima uang suap agar memutus perkara tiga korporasi minyak goreng dengan putusan onslag atau lepas dari segala tuntutan hukum,” ujar Kepala Pusat Penerangan Hukum (Kapuspenkum) Kejagung, Dr. Harli Siregar, S.H., M.Hum, Senin (14/4/2025).
Adapun ketiga di antaranya adalah Agam Syarif Baharuddin (ABS) selaku hakim PN Jakarta Pusat, Ali Muhtarom (AM) selaku hakim PN Jakarta Pusat, dan Djuyamto (DJU) selaku hakim PN Jakarta Selatan.
Menurut Dr. Harli, Penetapan ini dilakukan berdasarkan hasil penggeledahan dan pemeriksaan intensif yang dilakukan oleh Tim Penyidik Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus (JAM PIDSUS) pada Sabtu, 12 April 2025.
Penggeledahan dilakukan di tiga lokasi berbeda, yakni Jepara, Sukabumi, dan Jakarta. Sejumlah barang bukti disita, antara lain:
Mata uang asing berupa dolar Amerika dan dolar Singapura, kendaraan mewah (Toyota Land Cruiser, Land Rover, dan Fortuner) dan 21 unit sepeda motor dan 7 sepeda serta uang tunai senilai Rp616 juta dari rumah tersangka ASB. Total uang dalam berbagai bentuk yang diduga hasil gratifikasi diperkirakan mencapai lebih dari Rp22 miliar.
Kasus ini bermula dari kesepakatan antara AR, pengacara korporasi minyak goreng, dan WG, untuk mengurus putusan bebas. Awalnya disepakati dana suap sebesar Rp20 miliar, namun kemudian diminta menjadi Rp60 miliar oleh tersangka MAN, yang saat itu menjabat sebagai Wakil Ketua PN Jakpus.
Uang tersebut disalurkan ke MAN, yang kemudian menunjuk tiga hakim DJU sebagai Ketua Majelis, serta AM dan ASB sebagai hakim anggota untuk menangani perkara tersebut. Ketiganya menerima bagian uang masing-masing dalam jumlah miliaran rupiah, dengan total gratifikasi yang dibagikan mencapai Rp22 miliar. Putusan onslag akhirnya dibacakan pada 19 Maret 2025.
Berdasarkan bukti yang cukup, ketiga tersangka kini ditahan selama 20 hari ke depan di Rutan Salemba Cabang Kejaksaan Agung. Mereka dijerat dengan Pasal 12 huruf c jo. Pasal 12B jo. Pasal 6 Ayat (2) jo. Pasal 18 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, yang telah diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001, serta Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.
Berikut profil dari ketiga hakim tersebut:
Djuyamto
Djuyamto lahir di Sukoharjo pada 18 Desember 1967. Dia merupakan hakim dengan pangkat Pembina Utama Madya atau golongan ASN IV/d. Selain itu, dia juga merupakan Pejabat Humas Pengadilan Negeri Jakarta Selatan.
Djuyamto memulai karier di PN Tanjungpandan pada 2002. Lalu, dia pernah ditugaskan di PN Temanggung dan PN Karawang hingga 2012.
Berdasarkan informasi dari laman Ikatan Hakim Indonesia (IKAHI), Djuyamto merupakan Hakim Tingkat Pertama yang bertugas di PN Jakarta Selatan. Dia lulusan sarjana dari Universitas Sebelas Maret (UNS) jurusan Ilmu Hukum pada 1992, kemudian mendapat gelar master di bidang Ilmu Hukum UNS pada 2020.
Agam Syarif Baharuddin
Agam Syarif Baharuddin lahir di Bogor pada 24 Maret 1969. Menurut informasi dari laman IKAHI, Agam Syarif merupakan Hakim Tingkat Pertama yang bertugas di PN Jakarta Timur.
Dia mendapat gelar sarjana dari Universitas Sebelas Maret (UNS) dan mendapat gelar master dari Universitas Syiah Kuala. Selama berkarier sebagai penegak hukum, Agam pernah menjabat sebagai Ketua PN Demak dan bertugas di beberapa wilayah di Jawa Tengah.
Agam Syarif pernah menangani kasus yang berkaitan dengan Habib Rizieq di PN Jakarta Timur terkait kerumunan Megamendung.
Ali Muhtarom
Ali Muhtarom lahir di Jepara, 25 Agustus 1972. Dilansir dari situs resmi PN Jakarta Pusat, Ali Muhtarom merupakan Hakim Ad Hoc Tipikor di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat
Menurut informasi dari laman IKAHI, Ali mendapat gelar sarjana dari Universitas Darul Ulum jurusan Hukum pada 1995. Kemudian dia mendapat gelar master hukum dari Universitas 17 Agustus 1945 Semarang pada 2015.