KEA’98 : UU MD3 Tahun 2019 Ambigu, Harus Direvisi

Jakarta, Makinnews.com- UU MD3 adalah Undang-undang tentang MPR, DPR, DPRD dan DPD. Undang-undang ini berisi aturan mengenai wewenang, tugas, dan keanggotaan MPR, DPR, DPRD dan DPD. Hak, kewajiban, kode etik serta detil dari pelaksanaan tugas juga diatur.

Aturan ini menggantikan Undang-Undang Nomor 27 tahun 2009 mengenai MD3 yang dinilai sudah tidak sesuai lagi dengan perkembangan hukum.

Bacaan Lainnya

Joko Priyoski selaku Ketua Umum Kaukus Eksponen Aktivis 98 (KEA ’98) melihat bahwa UU MD3 Nomor 13 Tahun 2019 harus segera di Revisi karena ada beberapa pasal yang bersifat ambigu dan tidak demokratis serta memasung hak-hak memilih dan dipilih seluruh anggota DPR RI terpilih.

“Misalnya saja tentang Ketua DPR RI yang mutlak dari anggota Partai Pemenang Pemilu Legislatif, ini menurut saya bersifat ambigu dengan tata cara pemilihan Ketua Dewan Perwakilan Daerah atau DPD RI yang dipilih oleh seluruh anggota DPD RI”, ujar Jojo panggilan akrab Alumni Aktivis KNPI ini, Sabtu (5/10/2024).

“Apalagi kalau kita lihat dari aspek hak-hak setiap anggota DPR RI yang terpilih yang mana setiap anggota punya hak dipilih dan memilih, apalagi untuk pimpinan mereka selama 5 tahun kedepan”, terang pria yang juga Ketua Umum Kaukus Muda Anti Korupsi (KAMAKSI) ini.

“Kalau landasan penetapan Ketua DPR itu dari Partai Pemenang Pemilu seharusnya agar demokratis ada konsederan Partai Politik Pemenang Pemilu yang memperoleh lebih 50 persen kursi DPR, tapi kalau saat ini kan jadi rancu sebab Partai pemenang hanya mengantongi 17 persen kursi tapi langsung jadi Ketua, padahal bisa jadi ada beberapa partai yang berkoalisi memperoleh akumulasi suara sampai 60 bahkan 70 persen kursi di DPR namun tidak bisa mengajukan kandidat calon ketua, ini namanya tidak demokratis,” tegas Jojo lagi.

“Harusnya agar lebih demokratis Calon Ketua DPR diusulkan oleh Fraksi dan diusulkan oleh minimal 30 persen anggota DPR RI dan dipilih minimal oleh setengah tambah 1 anggota terpilih. Kedepannya Pemilihan Ketua DPR harus lebih demokratis dan memperhatikan aspirasi masyarakat agar DPR sebagai Lembaga Legislatif bisa mendapat kepercayaan publik yang lebih kuat dan aspiratif,” pungkas Jojo.

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *