Jakarta, Makinnews.com- Kerja Panitia Seleksi Komisi Kepolisian Indonesia (Pansel Kompolnas) saat ini dinilai yang paling banyak dikritik dan dikeluhkan oleh peserta seleksi calon Anggota Kompolnas.
“Kami mendapati sejauh ini ada 2 peserta seleksi yang nyata-nyata telah menggugat Pansel ke Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN). Mereka mempersoalkan profesionalisme kinerja Pansel,” kata Sugeng Teguh Santoso, Ketua Indonesia Police Watch (IPW) di Jakarta, Senin (11/11) kemarin.
Salah satu peserta seleksi calon Komisi Kepolisian Nasional (Kompolnas) yang merasa terzolimi ialah Nur Setia Alam Prawiranegara yang juga telah mendaftarkan gugatan ke Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) Jakarta, Rabu (13/11/2024). Perkara teregister dengan nomor 433/G/TF/2024/PTUN JKT.
“Hari ini kami melaporkan Pansel Kompolnas 2024-2028 ke PTUN Jakarta terkait tindakan tergugat yang tidak menjalankan assassment yang sebenarnya diharuskan. Hal tersebut berakibat pada putusan Pansel Kompolnas, di mana Penggugat seolah dicap terafiliasi dengan akun Hizbut Thahir Indonesia (HTI), hanya dengan mengikuti akun Ustad Abdul Somad (UAS),” kata Firman dari Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Keadilan Bogor Raya, kepada awak media, di PTUN Jakarta, Rabu (13/11/2024).
Akibatnya, Nur Setia Alam digugurkan secara sepihak tanpa ada wawancara dengan peserta ini. Padahal, catatan yang berasal dari BNPT tersebut mewajibkan pansel untuk melakukan wawancara dan klarifikasi kepada Setia Alam.
“Dalam clearence letter-nya, BNPT telah menyatakan bahwa Setia Alam tidak ada afiliasi dengan kelompok yang dituduhkan pada dirinya. Jadi, clear and clean. Harusnya itu diklarifikasi oleh pansel kepada Setia Alam,” terang Firman.
Dijelaskan, objek gugatan terkait perbuatan omission yakni, suatu perbuatan yang harusnya dilakukan Pansel, dalam hal ini klarifikasi, ternyata tidak dijalankan.
“Catatan BNPT menjadi alasan Pansel untuk menggugurkan Nur Setia Alam. Penggugat lalu meminta klarifikasi ke Pansel dan BNPT. Pihak BNPT telah memberikan konfirmasi, sementara Pansel tidak. Pansel Kompolnas sengaja mengambil hak konstitusi Nur Setia Alam dalam mengabdi kepada bangsa dan negara,” tukas ia.
Bila dimenangkan apakah akan bisa membatalkan putusan pansel? “Ketika dalam proses seleksi ada perbuatan hukum, maka hasilnya tidak prosedural. Pasti akan berdampak pada hasil seleksi,” jawab Firman.
Di sisi lain, Nur Setia Alam menegaskan, Pansel meletakkan catatan BNPT untuk menggugurkan saya tanpa berdasar yang seharusnya dilakukan. “Ketika bertemu dengan pihak BNPT sudah jelas bahwa tidak hanya saya sendiri, melainkan ada beberapa peserta yang berafiliasi dengan akun yang dimaksudkan,” urainya.
Dalam catatannya, BNPT meminta Pansel melakukan wawancara dan klarifikasi kepada yang bersangkutan.
“Awalnya saya berpikir pansel itu profesional, akuntabilitas, dan zero KKN. Saya menduga Pansel tidak mampu menggeser saya dengan cara yang jelas, sehingga memakai catatan BNPT dengan menyatakan itu rahasia negara. Itu berdampak buruk pada saya karena Pansel akan melampirkan catatan BNPT tersebut dalam laporannya ke Presiden RI. Itu sangat berbahaya, sebab seumur hidup ada catatan buruk terhadap diri saya dan akan dianggap radikal. Bahkan bisa kena ke anak saya dan keluarga nantinya,” tegas Nur.
Ditambahkannya, tidak menjadi Anggota Kompolnas tidak masalah karena bagi Nur Setia Alam itu hanya bentuk pengabdian saja. “Saya membantu BNPT selama dua tahun di Malang. Tapi Pansel Kompolnas telah sewenang-wenang memperlakukan saya. Mereka tidak bertanggungjawab terhadap putusannya,” ungkapnya.
Seperti diketahui, dalam catatannya BNPT menegaskan, “Setelah dilakukan wawancara dan elisitasi secara mendalam terhadap hasil rekam jejak dunia maya dari Ibu Nur Setia Alam Prawiranegara, maka didapatkan hasil bahwa yang bersangkutan hanya sering mengikuti kajian-kajian dari berbagai tokoh dan pemuka agama yang mengajarkan pemahaman ajaran Islam secara utuh. Yang bersangkutan tidak pernah bersimpati atau mendukung pemahaman ajaran agama Islam yang berseberangan dengan aturan pemerintah dan atau ajaran yang mengarah pada radikalisme dan terorisme. Dengan demikian, kami merekomendasi Ibu Nur Setia Alam Prawiranegara bersih dari indikasi awal terlibat, terpengaruh atau mendukung pemahaman intoleransi dan radikalisme.”
Pada bagian lain, kuasa hukum Tergugat I (Pansel Kompolnas) Sonny Wibisono Warsito mengatakan, “saat ini masih dalam tahap koreksi, di mana ada dokumen-dokumen yang harus dilengkapi,” pungkas Sonny.
Dikatakan, tahapan-tahapan seleksi yang dilakukan Pansel Kompolnas sudah sesuai dengan Keppres yang berlaku. “Kami masih menunggu untuk sidang selanjutnya terkait materi gugatan. Kita belum tahu apa yang jadi materi gugatan. Proses beracara di PTUN kan berbeda dengan di Pengadilan Negeri (PN),” imbuhnya.
Berikut nama-nama Panitia Seleksi Kompolnas 2024-2028:
1. Prof. (Ris) Hermawan Sulistyo (Ketua Kompolnas)
2. Komjen Pol. Ahmad Dofiri
3. Dr. Yenti Garnasih
4. Irjen Pol. (Purn) Carlo Brix Tewu
5. Irjen Pol. (Purn) Bekto Suprapto
6. Edi Saputra Hasibuan
7. Nur Kholis selaku Anggota
8. Alfito Deannova Ginting
9. Pudja Laksana