Petinggi PT Erajaya Swasembada Diperiksa KPK

Jakarta, Makinnews.com- Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mengungkap pemeriksaan petinggi PT Erajaya Swasembada Tbk (ERAA) dan PT Mitra Adiperkasa Tbk (MAPI) untuk mengklarifikasi alat bukti maupun aliran dana, kasus dugaan tindak pidana korupsi penerimaan gratifikasi dengan tersangka pejabat Direktorat Jenderal Pajak (Ditjen Pajak) Kementerian Keuangan, Mohammad Haniv.

Meski tidak rinci, juru bicara KPK Tessa Mahardhika menyatakan petinggi perusahaan tersebut dimintai keterangan terkait pengetahuannya dalam gratifikasi yang diterima oleh Haniv tersebut.

Bacaan Lainnya

“Ya, tentunya perusahaan ini akan dimintai keterangan atau sudah dimintai keterangan seputar pengetahuannya dalam aliran dana baik itu sebelum proses dalam proses,” kata Tessa kepada awak media, dikutip Jumat (28/2/2025).

Berdasarkan informasi yang didapat, penyidik ​​memanggil General Manager PT Mitra Adiperkasa Tbk (MAPI) periode 2022-sekarang, Irla Mugi Prakoso. Irla juga sempat menjabat sebagai Division Manager, Departemen MAP – TAX O/S PT MAP periode April 2015–2020.

Selain itu, Kepala Divisi Akuntansi PT Erajaya Swasembada Tbk (ERAA), Moh. As’udi, juga diperiksa oleh penyidik ​​KPK.

Dalam kasus ini, KPK telah memeriksa beberapa pihak swasta, petinggi perbankan, maupun pegawai pajak. Mereka yakni, Kepala Kantor Pelayanan Pajak Perusahaan Masuk Bursa Kantor Wilayah Ditjen Pajak Jakarta Khusus Periode 2015 – 2018, I Ketut Bagiarta. Lalu, Direktur Utama Cakra Kencana Indah, Felix Christian.

Selanjutnya peneliti juga memeriksa Direktur PT BPR Olympindo Primadana, Lany. Serta, direktur PT Bharata Millenium Pratama, Muhamad Balady.

Direktur Penyidikan KPK Asep Guntur Rahayu menjelaskan, praktik tersebut terus berlanjut hingga Haniv menjabat Kepala Kantor Pajak Wilayah Jakarta Khusus pada 2015-2018, dimana beberapa Wajib Pajak (WP) individu dan badan tercatat memberikan dana ‘pemulus’ kepada Haniv hingga mencapai Rp804 juta.

Asep menyatakan terdapat dana yang dikirimkan oleh WP pada kantor pajak yang dipimpin Haniv ke rekening anaknya, Feby Paramita. Meski berdalih dana tersebut merupakan uang sponsor untuk butik milik Feby, namun KPK kukuh bahwa dana tersebut merupakan gratifikasi.

Selain Feby, KPK mencatat, Haniv juga menerima sejumlah uang dalam bentuk valas dolar Amerika dari beberapa pihak melalui Budi Satria Atmadi pada 2014-2022. Uang tersebut kemudian ditempatkan pada deposito BPR menggunakan nama pihak lain dengan jumlah yang tidak diketahui sebesar Rp10,3 miliar; dan pada akhirnya melakukan pencairan seluruh deposito ke rekening Haniv sejumlah Rp14 miliar.

“Bahwa Muhammad Haniv diduga melakukan perbuatan tindak pidana korupsi berupa penerimaan gratifikasi untuk fashion show Rp804.000.000, penerimaan lain dalam bentuk valas Rp6.665.006.000, dan penempatan pada deposito BPR Rp14.088.834.634 sehingga total penerimaan sekurang-kurangnya Rp21.560.840.634,” tutur Asep.

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *