Jakarta, Makinnews.com- Maraknya Kasus Kekerasan Dalam Rumah Tangga (KDRT) di Tanah Air membuat masyarakat semakin prihatin. Diperlukan dukungan semua pihak termasuk Partai Politik untuk menekan angka kekerasan dalam rumah tangga. Sayangnya, tidak semua partai politik mampu mengimplementasikan dengan baik persoalan KDRT tersebut.
Misalnya, kader Partai Keadilan Sejahtera (PKS) di Singkawang pelaku pencabulan langsung dipecat dari partai. Begitu pula Anggota DPR dari PKS begitu tersandung kasus KDRT langsung mengundurkan diri.
Sayangnya, sikap tegas Partai Politik terhadap Oknum Kader Pelaku KDRT tidak dimiliki semua Parpol. Faktanya, terjadi di Bangka Belitung yang pelakunya bernama Imam Wahyudi (IW) adalah seorang kader PDIP dan juga anggota DPRD Babel. IW sampai saat ini belum mendapat sanksi apapun dari PDIP tempatnya bernaung. Jika ada Pimpinan PDIP yang mengatakan kasus KDRT IW adalah urusan pribadi atau menunggu putusan pengadilan itu adalah hal yang keliru. Sebagai Partai Besar harusnya PDIP mampu menjadi garda terdepan untuk menindak tegas para pelaku termasuk Oknum Kader Partainya, imbuh Sutisna Koordinator Koalisi Aktivis Pejuang Anti Kekerasan (KAPAK).
“Pelaku KDRT IW Oknum Kader PDIP di Babel sepertinya sudah mencoreng citra Megawati Soekarnoputri sebagai Ketua Umum PDIP dan juga tokoh perempuan. Sebab, Megawati telah melarang setiap kader PDIP menjadi Pelaku Kekerasan Dalam Rumah Tangga. Ketua DPP PDIP Djarot Saiful Hidayat juga telah menegaskan setiap kader PDIP pelaku KDRT ataupun Korupsi akan langsung dipecat dari Partai.
Realitasnya, kasus KDRT terjadi di Bangka Belitung dan pelakunya adalah IW kader PDIP Babel. Walaupun kasus tersebut telah diputuskan secara Restorative Justice, tapi tidak menghapus tindak kekerasan yang pernah dilakukan IW. Karena status IW yang melekat pada dirinya yaitu Kader PDIP dan juga Anggota DPRD Babel yang digaji dari uang rakyat. Kasus Imam Wahyudi telah menjadi sorotan nasional tapi tidak ada sikap sama sekali dari PDI Perjuangan. Muncul kemudian pertanyaan publik, seberapa istimewakah pelaku KDRT di mata PDI Perjuangan sehingga dianggap tidak berani memberikan sanksi tegas atas perbuatan kekerasan yang telah dilakukan?,” heran Ridwan Agung Sekjend KEA ’98.
Masih banyak kader yang mumpuni dan berkwalitas di PDIP yang tidak punya rekam jejak pelaku kekerasan dan bersih. Apalagi Puan Maharani Ketua DPR RI yang juga salah satu Petinggi PDIP belum lama menyatakan “Zero Tolerance” bagi Pelaku KDRT. Tapi faktanya Zero Tolerance tidak teraktualisasi di internal PDIP ketika kadernya tersandung sebagai pelaku Kekerasan Dalam Rumah Tangga.
“Pertanyaan publik kepada PDIP kenapa tidak ada sanksi tegas Partai terhadap IW Oknum Kader PDIP Pelaku KDRT? Apakah benar ada dugaan kekuatan tertentu yang berupaya melindungi Pelaku KDRT IW untuk menghindari sanksi partai?,” tambah Agung.
Pelaku KDRT di tubuh PDIP telah merusak citra dan marwah Megawati Soekarnoputri dan Puan Maharani sebagai Tokoh Perempuan. Koalisi Aktivis Pejuang Anti Kekerasan (KAPAK) bersama elemen masyarakat akan terus mendesak PDIP menindak tegas oknum kadernya agar menjadi efek jera dan menjadi contoh bagi Parpol lain jangan ada lagi Oknum Kader Parpol ataupun Pejabat Publik yang digaji dari uang rakyat menjadi Pelaku kekerasan dalam rumah tangga.
“Zero Tolerance” Puan Maharani jangan hanya menjadi Jargon Politik semata di tubuh PDIP, sanksi tegas oknum kadernya pelaku kekerasan dalam rumah tangga untuk menjaga kepercayaan masyarakat dan meningkatkan elektabilitas parpol menjelang Pilkada Serentak.
“Pecat Pelaku KDRT ataupun Koruptor dari Parpol adalah harga mati yang tidak bisa ditawar, demi penegakan hak asasi manusia dan perjuangan kesetaraan gender. Jangan ada lagi Oknum Kader Parpol ataupun Pejabat Publik menjadi Pelaku KDRT,” tegas Jojo Kornas Kaukus Eksponen Aktivis 98 (KEA’98).