Makinnews, Jakarta- Wakil Sekretaris Jenderal Wasekjen Bidang Hukum dan HAM Majelis Ulama Indonesia (MUI) Dr H Ikhsan Abdullah, SH, MH menegaskan adanya larangan penggunaan jilbab untuk dokter dan perawat perempuan di RS Medistra merupakan perilaku primitif.
Apalagi Indonesia adalah negara yang pluralistis dan telah merdeka 79 tahun sehingga perilaku kolonialisme harusnya sudah hilang.
“Kok masih ada yang primitif di negeri yang pluralistik yang telah 79 tahun merdeka dan mayoritas Islam,” ujar Dr H Ikhsan Abdullah, SH, MH di Jakarta, Senin (2/9/2024) seperti diberitakan harianterbit.
Direktur Eksekutif Indonesia Halal Watch (IHW) ini pun meminta agar pemerintah bersikap tegas dan menindak siapapun oknum yang berperilaku diskriminatif terhadap warga negaranya. Apalagi diskriminatif itu berlaku terhadap kaum muslimah yang ingin mengabdi dan berkhidmah bagi kemajuan Bangsa tapi dipersulit hanya karena mengenakan jilbab.
“Berjilbab bagi seorang Muslimah merupakan keyakinan dalam melaksanakan ajaran agama dan keyakinannya sehingga tidak dibenarkan institusi dan instansi manapun yang berusaha membatasi,” tegas Asisten Staf Wapres ini.
Ia pun meminta agar RS Medistra mengumumkan secara terbuka adanya peraturan larangan berjilbab untuk dokter dan perawat muslimah. Bila perlu larangan berjilbab itu dengan iklan pemberitahuan di media massa bahwa tidak menerima Tenaga Medis, Paramedis, Dokter, Perawat dan Karyawan Wanita yang berjilbab.
“Selain itu iklan juga tidak menerima pasien yang beragama Islam apalagi berjilbab sehingga masyarakat menjadi jelas untuk meninggalkan RS yang intolerans dan primiitif tersebut,” tegas praktisi hukum senior ini.
Dugaan pembatasan jilbab untuk perawat dan dokter umum perempuan itu terungkap setelah surat protes dilayangkan salah satu dokter spesialis yang bekerja di Medistra, Dr dr Diani Kartini, SpB Subsp.Onk (K) beredar di jagat maya. Surat yang tertulis 29 Agustus 2024 dan ditujukan kepada direksi RS Medistra.
Sementara itu, dalam keterangan resmi, Direktur RS Medistra dr Agung Budisatria menyampaikan permohonan maaf atas isu diskriminasi mengenai pembatasan penggunaan hijab yang dialami oleh seorang kandidat tenaga kesehatan dalam proses rekrutmen.
“RS Medistra inklusif dan terbuka bagi siapa saja yang mau bekerja sama untuk menghadirkan layanan kesehatan terbaik bagi masyarakat,” kata dr Agung.
“Ke depan, kami akan terus melakukan proses kontrol ketat terhadap proses rekrutmen ataupun komunikasi, sehingga pesan yang kami sampaikan dapat dipahami dengan baik oleh semua pihak,” sambung dia.