SAP Mengungkapkan Peningkatan Investasi di Indonesia

SAP Mengungkapkan Peningkatan Investasi di Indonesia

Makinnews, Jakarta- Perusahaan-perusahaan di Indonesia menyatakan bahwa kinerja bisnis mereka secara keseluruhan terkait erat dengan penerapan keberlanjutan sebagai prioritas strategis yang menghasilkan peningkatan investasi.

Sebuah studi terbaru dari SAP menemukan bahwa rata-rata 90% bisnis di Indonesia melihat adanya hubungan yang moderat hingga kuat antara keberlanjutan dan profitabilitas organisasi mereka, sementara 91% mencatat adanya hubungan antara keberlanjutan dan daya saing. Angka ini lebih tinggi daripada hasil di seluruh Asia Pasifik dan Jepang (71% daya saing, 68% profitabilitas).

Dampaknya terhadap hasil bisnis mendorong investasi. Di Indonesia, 66% perusahaan berniat meningkatkan investasi mereka di bidang keberlanjutan dalam tiga tahun ke depan, yang mengindikasikan adanya hubungan kuat antara keberlanjutan dan prioritas bisnis.

Bisnis di Indonesia yang Berkelanjutan Mendorong Pertumbuhan di Lini Atas, Lini Bawah, dan Lini Hijau 

Studi yang melakukan survei pada 250 orang di Indonesia menemukan bahwa 93% bisnis di Indonesia melihat strategi keberlanjutan memberikan kontribusi positif pada hasil seperti pertumbuhan pendapatan atau laba pada tingkat sedang atau kuat. Bahkan, 92% responden Indonesia melihat adanya peningkatan moderat atau kuat dalam efisiensi proses bisnis dari kegiatan keberlanjutan.

Lebih dari separuh (55%) perusahaan di Indonesia berharap dapat menunjukkan keuntungan finansial yang positif dari investasi keberlanjutan mereka dalam lima tahun ke depan, dibandingkan dengan 61% responden global.

“Keberlanjutan tidak dapat lagi dianggap terpisah dari kinerja keuangan bisnis yang lebih luas karena semakin jelas bahwa organisasi yang lebih berkelanjutan adalah organisasi yang lebih sukses,” kata Gina McNamara, Regional Chief Financial Officer, SAP Asia Pacific and Japan.

“Saat ini, 2% bisnis di Indonesia menyatakan keberlanjutan merupakan hal yang penting bagi hasil bisnis mereka, dan 36% lainnya menyatakan bahwa hal tersebut akan menjadi penting dalam lima tahun ke depan. Sekarang adalah waktunya untuk menggabungkan pengambilan keputusan keuangan dan lingkungan dalam setiap proses bisnis, jadi kami memperlakukan data karbon sama seperti kami memperlakukan data keuangan,” ungkap Gita McNamara.

Meskipun begitu, masih ada beberapa tantangan yang harus dihadapi. Kurangnya strategi dampak lingkungan merupakan penghalang utama dalam mengambil tindakan hijau dengan 42% perusahaan di Indonesia menganggap hal tersebut sebagai tantangan, angka ini berada di atas rata-rata dunia yang hanya terhitung 32%. Masalah penting lainnya termasuk ketidakpastian yang disebabkan pandemi COVID-19 (40%), keraguan terhadap kemampuan mengukur dampak terhadap lingkungan (34%), dan kurangnya kejelasan tentang bagaimana tindakan potensial akan selaras dengan strategi organisasi (32%).

Bisnis di Indonesia Menargetkan Pendapatan Nilai dari Data Keberlanjutan

Mengekstrak nilai dari data keberlanjutan akan menjadi kunci untuk memungkinkan bisnis Indonesia membuktikan laba atas investasi.

Sebanyak 40% perusahaan di Indonesia merasa sangat puas dengan kualitas data keberlanjutan yang mereka kumpulkan, naik 10 poin dari tahun lalu (30%) dan berada di atas angka global sebesar 23%.

Namun, masih banyak pekerjaan yang harus dilakukan untuk mengukur data keberlanjutan secara langsung tanpa mengandalkan asumsi dan perkiraan. Perusahaan-perusahaan di Indonesia masih tertinggal dari perusahaan-perusahaan lain di dunia dalam hal mengukur polusi air secara langsung (23% di Indonesia vs. 31% di dunia), polusi udara (11% vs. 13%), dan kerusakan alam (18% vs. 22%).

“Jika data keberlanjutan kita tidak lengkap, maka keputusan yang kita ambil untuk meningkatkan kesehatan planet dan bisnis kita akan diragukan,” lanjut McNamara.

“Kuncinya adalah mencatat dan melaporkan data keberlanjutan yang akurat, terperinci, dan dapat diaudit, serta mengintegrasikannya dengan data keuangan untuk mengambil keputusan bisnis yang tepat.”

Bisnis di Indonesia Menggunakan Data Keberlanjutan di Seluruh Ekosistem Mereka  

Hal ini menjadi sangat penting mengingat bisnis di Indonesia menggunakan data keberlanjutan untuk mengambil keputusan saat ini. Sembilan dari sepuluh (92%) perusahaan di Indonesia menggunakan data keberlanjutan untuk menginformasikan pengambilan keputusan strategis dan operasional pada tingkat yang cukup kuat. Hanya 1% yang tidak menggunakan data keberlanjutan dalam pengambilan keputusan sama sekali.

Namun, ada tanda-tanda peningkatan yang positif. Delapan dari sepuluh (84%) perusahaan di Indonesia melaporkan bahwa mereka melakukan pelacakan emisi Cakupan 1 dengan tingkat sedang atau kuat, sementara itu, angka tersebut mencapai 81% untuk emisi Cakupan 2, dan 80% untuk emisi Cakupan 3.

Demikian pula, peningkatan bisnis di Indonesia membuat tuntutan keberlanjutan di seluruh ekosistem mereka. Lebih dari tiga perempat (84%) responden mengatakan bahwa mereka membutuhkan data keberlanjutan dari pemasok mereka dan 82% meminta data dampak lingkungan dari mitra seperti logistik dan pemenuhan pada tingkat yang moderat hingga kuat.

“Manfaat mengintegrasikan data keberlanjutan dan hasil ke dalam bisnis inti sudah jelas,” pungkas McNamara. “Namun masih banyak hal yang harus dilakukan. Bekerja dengan mitra teknologi seperti SAP akan membantu lebih banyak bisnis mengukur data keberlanjutan yang akurat, menindaklanjutinya secara strategis, dan mendorong daya saing, keuntungan, dan pendapatan mereka sendiri,” tutupnya.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *