Makinnews, Jakarta- Gerakan Pengawal Supremasi Hukum (GPSH) mendesak DPR RI dan pemerintah stop untuk tidak lagi melakukan pembahasan Draft Rancangan Undang Undang (RUU) Penyiaran. Saat ini yang harus lebih serius di bahas oleh DPR RI dan pemerintah adalah bagaimana cara meningkatkan kesejahteraan rakyat sekaligus meningkatkan kesejahteraan insan pers.
Desakan itu diungkapkan Ketua Umum DPP. GPSH H. Mohamad Ismail, SH, MH mengingat selama ini tidak ada masalah dengan UU Penyiaran / UU Pers yang lama. Bahkan menurut Mohamad Ismail yang pernah terjun di dunia Pers pada era 90-an itu menilai bahwa RUU yang diajukan pemerintah itu menyiratkan “Roh Ketakutan”.
”Itu sih draft sontoloyo, masa insan pers tidak boleh lakukan investigasi. Masa ada skandal korupsi tidak boleh di investigasi, ada skandal pencabulan tidak boleh di investigasi, ada pembulyan tidak boleh diinvestigasi. Logikanya jadi terbalik para pelaku pelanggar hukum harus di hormati hak asasi manusianya. Lantas insan pers yang lakukan investigasi malah masuk bui. Yang buat dan yang pesan Draft RUU Penyiaran ini otaknya di dengkul,” ujar Mohamad Ismail, di Jakarta, Selasa (21/5/2024).
Menurut H. Mohamad Ismail bahwa ada semacam lebel kebanggaan yang diberikan oleh masyarakat bahwa insan pers baik elektronik maupun cetak adalah penyambung lidah rakyat. Jika satu situasi atau satu kejadian yang ada di depan mata dan terasa gelap penyebabnya dibiarkan begitu saja tanpa di investigasi oleh insan pers bisa dipastikan yang bersangkutan alpa pada fungsinya sebagai insan pers harapan masyarakat.
Pada bagian lain H. Mohamad Ismail juga menggaris bawahi salah satu pasal perubahan dalam undang-undang tersebut yang menurutnya akan menjadi konflik yang sangat krusial, yakni RUU yang menyoal Standar Isi Siaran (SIS) menurutnya RUU tersebut memuat larangan atas kemerdekaan Pers.
Dijelaskan salah satu klausul RUU Penyiaran yang jadi buah bibir publik antara lain pada Pasal 50B ayat (2) huruf c yang menyebutkan, Selain memuat panduan kelayakan Isi Siaran dan Konten Siaran sebagaimana dimaksud pada ayat (1), SIS memuat larangan mengenai: penayangan eksklusif jurnalistik investigasi.
Ini pengekangan yang diterapkan gaya-gaya negara-negara komunis. Karena model pelarangan terhadap penayangan karya jurnalisme investigasi yang tertuang di dalam draf RUU Penyiaran adalah pengekangan dan pelanggaran atas kemerdekaan pers. Sebab, jurnalisme investigasi merupakan karya jurnalistik yang menerbitkan berita bersifat invertigatif, atau sebuah penulusuran panjang dan mendalam terhadap sebuah kasus yang dianggap memiliki kejanggalan atau terjadinya skandal besar.
“DPR RI tambah payah, kalo kalian setujui draft itu bisa dipastikan kebebasan calon-calon koruptor berbuat lebih berani lagi,” tegas Mohamad Ismail.